bagaimana dengan artikel ini? apakah bermanfaat?

Jumat, 17 September 2010

Model KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) di Sekolah

Model KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) di Sekolah





Oleh
Nama Mahasiswa         : Syarifah Widya Ulfa
NIM                            :  8106173015
Program Studi              : Magister
Jurusan                        : Pendidikan Biologi









PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2010


Pendahuluan


Menurut UU Sisdiknas tahun 2003 pasal 2 ayat 1, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan mandiri.
Sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional maupun global. Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. (PP RI No. 19 tahun 2005 pasal 1). Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum yang disusun oleh satuan pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Seiring dengan perjalanan waktu dan teknologi, dalam dunia pendidikan mengalami pembaharuan pengembangan kurikulum yang semula menggunakan pendekatan kompetensi (kurikulum 2004) yang kemudian disempurnakan menjadi model KTSP (kurikulum 2006). Model KTSP ini merupakan model pengembangan kurikulum yang disusun dan dilaksanakan di masing – masing satuan pendidikan atau sekolah yang bersifat desentralisasi, dan diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia (SNP pasal 1 ayat 1).
Model KTSP menuntut kreativitas untuk menyusun model pendidikan yang sesuai dengan kondisi lokal. Tetapi pada prinsipnya, model KTSP bukan kurikulum baru hanya modifikasi dari kurikulum yang sudah ada. Meskipun bukan kurikulumn baru tetap saja akan merepotkan guru serta tenaga kependidikan di lapangan bagi mereka yang belum memiliki wawasan KTSP.
Adapun payung hukum KTSP antara lain : (1) UU no. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (2) PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, (3) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI), (4) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan (SKL), (5) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 24 tentang pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP (http//www.puskur.or.id).
Panduan yang disusun oleh BSNP terdiri atas dua bagian, pertama panduan umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SI (Standar isi) dan SKL (Standar Kompetensi Lulusan). Kedua, model KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada panduan umum yang dikembangkan BSNP.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan kepada peserta didik untuk : (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk mampu bersama dan berguna untuk orang lain dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan (PAIKEM). Dengan mengacu pada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah yang dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sekolah bersama komite sekolah dapat bersama – sama merancang, mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi, kondisi dan potensi keunggulan lokal yang bisa dimunculkan sekolah. Walaupun setiap sekolah diberi kewenangan mengembangkan kurikulum sendiri, guru di lingkungan yang relatif sama secara geografis dan kultural masih perlu menyamakan persepsi, menyesuaikan dengan kondisi yang ada dalam menyusun dan mengembangkan indikator sebagai batasan keluasan dan kedalaman materi yang dapat menunjang pencapaian sebuah kompetensi. (http//www.pikiranrakyat.com)
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dibawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan atau kantor Departemen Agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah.
Adapun tujuan penulisan paper ini adalah:
1.      Menjelaskan macam-macam model pengembangan kurikulum
2.      Menjelaskan pengertian model KTSP
3.      Menjelaskan tujuan dari kurikulum 2006 dengan model KTSP
4.      Menjelaskan landasan pengembangan model KTSP
5.      Menjelaskan langkah-langkah Pengembangan Model KTSP di Sekolah


Pembahasan

A. Pengembangan Kurikulum                                                                
1. Model Pengembangan Kurikulum
Pemilihan model pengembangan kurikulum didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya dan kemungkinan pencapaian hasil yang optimal serta kesesuaian dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut dan model konsep pendidikan yang digunakan. Ada delapan model pengembangan kurikulum.
Pertama, the administrative model (top down) yang digunakan dalam sistem pengelolaan kurikulum yang bersifat sentralistik. Inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari administrator pendidikan, menggunakan prosedur administrasi. Administrator tersebut membentuk tim pengarah pengembangan kurikulum untuk merumuskan konsep, dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi dalam pengembangan kurikulum. Setelah mendapatkan pengkajian, administrator menyusun tim kerja untuk menyusun kurikulum yang lebih operasional kemudian dikaji ulang oleh tim pengarah dan para ahli yang berkompeten. Setelah disempurnakan dan dinilai baik, administrator menetapkan berlakunya kurikulum tersebut bagi sekolah.
Kedua, the grass roots model bahwa inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum datang dari bawah yaitu guru-guru atau sekolah. Model ini digunakan dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model ini, sekelompok guru atau  keseluruhan guru di sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum berkenaan dengan satu atau beberapa bidang studi atau seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Pengembangan kurikulum ini memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan.
Ketiga, Beauchamp’s sistem. Model ini mengemukakan lima hal dalam pengembangan kurikulum yaitu menetapkan lingkup wilayah yang dicakup oleh kurikulum tersebut, personalia, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum, implementasi kurikulum serta evaluasi kurikulum.
Keempat, the demonstration model, bersifat grass roots, datang dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru bekerjasama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Model ini mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu komponen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum.
Kelima,Taba’s inverted model. Ada lima langkah dalam pengembangan kurikulum model ini yaitu mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru, menguji unit eksperimen, mengadakan revisi dan konsolidasi, pengembanganan keseluruhan kerangka kukulum serta implementasi dan diseminasi.
Keenam, Roger’s interpersonal relations model. Ada empat  langkahpengembangan kurikulum model ini yaitu pemilihan target dari sistem pendidikan, partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif, pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu unit pelajaran serta partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok.
Ketujuh, the systematic action-research model. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Sesuai dengan asumsi tersebut, model ini menekankan pada hubungan insani, sekolah, dan organisasi masyarakat serta wibawa dari pengetahuan profesional. Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, orang tua, tokoh masyarakat, siswa, guru dan lain-lain, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar dan bagaimana peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran.
Kedelapan, emerging technical models yaitu model kurikulum yang dipengaruhi oleh perkembangan bidang teknologi dan ilmupengetahuan serta nilai-nilai efisie nsi efektifitas dalam bisnis. KTSP sebagai model pengembangan kurikulum merupakan kurikulum yang sentralistik. Setiap satuan pendidikan diharuskan melaksanakan dan mengimplementasikan sesuai juklak dan juknis yang disusun pemerintah pusat. Tugas guru dalam kurikulum yang sentralistik ini adalah menjabarkan kurikulum yang dibuat oleh puskur / BSNP ke dalam satuan pelajaran sesuai dengan mata pelajaran masing-masing.




B. Kurikulum 2006 dengan Model KTSP
1. Pengertian Model KTSP
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) merupakan model pengembangan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan yang bersifat desentralisasi ( SNP pasal 1 ayat 15 ). Penyusunan KTSP yang dilandasi oleh Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, hendaknya tetap mengacu pada standar nasional pendidikan nasional yang mencakup standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar itu yaitu standar isi dan standar kompetensi lulusan merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Sedangkan menurut E. Mulyasa ( 2006:20 ) KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
Pada sistem KTSP, sekolah memiliki “ full authority and responsibility “ dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi, misi dan tujuan satuan pendidikan. Untuk mewujudkan semua itu, sekolah dituntut untuk mengembangkan strategi, menentukan prioritas, mengendalikan pemberdayaan berbagai potensi sekolah dan lingkungan sekitar, serta mempertanggungjawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah.

2. Tujuan Kurikulum 2006 dengan Model KTSP
Menurut E. Mulyasa ( 2006 : 22 ), secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian otonomi kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Sedangkan secara khusus tujuan diterapkannya model KTSP adalah :
Pertama, meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan  memberdayakan sumber daya yang tersedia.
Kedua, meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
Ketiga, meningkatkan kompetisi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai. Dengan memahami tujuan di atas, model KTSP dapat dipandang sebagai suatu pola pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah yang sedang digulirkan dewasa ini. KTSP merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan dan kebutuhan masing-masing. Otonomi dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dan staf sekolah, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan khususnya kurikulum.
 Adapun alasan mengapa kurikulum 2006 menggunakan model KTSP perlu diterapkan oleh satuan pendidikan yaitu pertama, sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan lembaganya. Kedua, sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, sehingga dapat dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Ketiga, sekolah dapat mengambil keputusan sendiri untuk memenuhi kebutuhannya karena tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya. Keempat, keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat. Kelima, sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masingmasing kepada pemerintah, orang tua, peserta didik dan masyarakat pada umumnya sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran KTSP. Keenam, sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Ketujuh, sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat serta mengakomodasinya dalam KTSP.

3. Landasan Pengembangan Model KTSP
Model KTSP ini dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan  potensi dan karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik. Sedangkan sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten / kota dan departemen agama yang bertanggung jawab di bidang pendidikan.
Adapun pengembangan KTSP dilandasi oleh undang-undang dan peraturan pemerintah sebagai berikut:
a.       Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Ketentuan yang mengatur KTSP adalah pasal 1 ayat (19), pasal 18 ayat (1),(2),(3),(4); pasal 32 ayat (1),(2),(3); pasal 35 ayat (2); pasal 36 ayat (1),(2),(3),(4); pasal 37 ayat (1),(2),(3) dan pasal 38 ayat (1),(2).
b.      Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketnetuan yang mengatur KTSP adalah pasal 1 ayat (5),(13),(14),(15); pasal 5 ayat (1),(2); pasal 6 ayat (6); pasal 7 ayat (1),(2),(3),(4),(5),(6),(7),(8); pasal 8 ayat (1),(2),(3;) pasal 10 ayat (1),(2),(3); pasal 11 ayat (1),(2),(3),(4); pasal 13 ayat (1),(2),(3),(4); pasal 14 ayat (1),(2),(3); pasal 16 ayat (1),(2),(3),(4),(5); pasal 17 ayat (1),(2); pasal 18 ayat (1),(2),(3);dan pasal 20
c.       Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi yang mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
d.      Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan yang merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
e.       Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23.
Sebagai upaya tindak lanjut dari undang-undang dan peraturan tersebut, maka setiap satuan pendidikan ( sekolah ) perlu menyusun model kurikulum KTSP dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi satuan pendidikan ( sekolah ), potensi daerah / karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat.                                    
C. Langkah-langkah Pengembangan Model KTSP di Sekolah
Model yang dikembangkan dalam KTSP setidak-tidaknya mengandung komponen tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan KTSP dan kalender pendidikan.
Model pengembangan KTSP memiliki lima langkah, yaitu diawali dengan menganalisis dan merumuskan :
1.      Dasar pemikiran, landasan dan profil pada tiap tingkatan satuan pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK) yang meliputi : tujuan nasional jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, visi dan misi pada tiap tingkat satuan pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK), serta tujuan lembaga pada tingat pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK).
2.      Standart kompetensi tingkat satuan pendidikan (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK), yang meliputi : standart kompetensi lulusan (SKL-SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK), standart kompetensi kelompok mata pelajaran (SK-KMP. (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK). Standart kompetensi lulusan mata pelajaran (SKL-MP SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK) serta standart kompetensi serta kompetensi dasar mata pelajaran (SK-KD MP SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK)
3.      Struktur kurikulum dan pengaturan beban belajar, yang meliputi struktur nama-nama mata pelajaran (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK), muatan lokal, pengembangan diri, pengintegrasian kecakapan kehidupan dan pengaturan beban belajar di SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK.
4.      System evaluasi hasil belajar, yang meliputi criteria ketuntasan belajar minimal (KKM) atau KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), standart penilaian, standart kelulusan, standart pindah sekolah (SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK).
5.      Evaluasi dan pengembangan KTSP secara berkelanjutan, yang meliputi review, revisi, dan pengembangan KTSP SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK
Melalui tahap-tahap atau langkah-langkah pengembangan tersebut model KTSP yang disusun oleh dan dilaksanakan di sekolah/madrasah secara lengkap dapat dihasilkan draf KTSP yang terdiri atas sepuluh, yang berisi tentang hal-hal berikut :
Dasar Pemikiran, Landasan dan Profil Sekolah/Madrasah.
Standart Kompetensi.
Struktur Kurikulum & Pengaturan Beban Belajar.
Pengembangan Muatan Lokal.
Kegiatan Pengembangan Diri.
Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill).
Ketuntasan Belajar, Sistem Penilaian, Pindah Madrasah dan Kriteria Kelulusan Ujian Nasional.
Revisi dan Pengembangan Kurikulum.
Kalender Pendidikan.
Pengembangan Silabus.
Uraian lebih jelas tentang cara kerja dalam penyusunan masing-masing dijelaskan pada uraian berikut.

A.     Pengembangan Dasar Pemikiran, Landasan, dan Profil Sekolah/Madrasah
Dasar pemikiran merupakan dasar-dasar yang dijadikan acuan pemikiran, sehingga diwujudkan dan dihasilkan dokumen KTSP yang akan diimplementasikan sesuai tuntutan standart mutu pendidikan nasional, global dan kondisi masing-masing  sekolah/madrasah. Dasar pemikiran penyusunan KTSP sekurang-kurangnya berisi tentang hal-hal berikut :
1.      KTSP dikembangkan dengan mengacu pada standart nasional pendidikan dan mencapai tujuan pendidikan nasional.
2.      Kesesuaian KTSP dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, sosial budaya masyarakat, kebutuhan dan potensi madrasah dan peserta didik.
3.      Prasyarat keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di sekolah/ madrasah.
4.      KTSP mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dan tantangan global.
Visi sekolah/ madrasah menunjukkan gambaran sekolah/ madrasah di masa yang akan datang (jangka panjang) yang diinginkan sekolah/ madrasah yang berorientasi ke depan dan dikembangkan bersama oleh seluruh warga sekolah, merupakan perpaduan antara langkah strategis dan sesuatu yang dicita-citakan. Dinyatakan dalam kalimat yang padat bermakna, dapat dijabarkan ke dalam tujuan dan indikator keberhasilannya, berbasis nilai dan membumi (kontekstual). Rumusan visi menggunakan kalimat keadaan dan perlu dijabarkan kedalam indikator-indikatornya, sehingga jelas apa yang dicita-citakan.
Misi merupakan tindakan/ upaya untuk mewujudkan visi sekolah/ madrasah yang telah ditetapkan tersebut. Misi merupakan penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan rancangan tindakan yang dijadikan arahan untuk mewujudkan visi dengan berbagai indikatornya. Rumusannya selalu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan „tindakan“, bukan kalimat yang menunjukkan “keadaan“ sebagaimana pada rumusan visi.
Tujuan dirumuskan secara logis, memerhatikan sebab akibat mempunyai indikator pengukuran keberhasilan serta dapat diverifikasi keberhasilannya. Cara menyusun rumusan tujuan yang baik dapat menggunakan kriteria SMART, yakni S = Specific (sangat jelas kualitas dan kuantitas hendak di capai), M = Measurable (dapat diukur), R = Realistic (dapat dilaksanakan), T = Time & Cost framed (mengandung perkiraan waktu & biaya). Sebagai contoh misalnya, pada tahun 2009, terjadi peningkatan skor UNAS minimal rat-rata ± 1,5 dari standart yang ada.

B.     Pengembangan Standar Kompetensi.
Kompetensi adalah kemampuan bersikap, berfikir, dan bertindak secara konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang dimiliki peserta didik. Standar kompetensi adalah ukuran kompetensi minimal yang harus dicapai peserta didik setelah mengikuti suatu proses pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu.
Uraian tentang standar kompetensi setidak-tidaknya berisi tentang :
- Standar Kompetensi Lulusan Sekolah/ Madrasah.
- Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran.
- Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran.
- Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
- Diagram Pencapaian Kompetensi Lulusan Sekolah/ Madrasah
Didalam Permendiknas RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah Pasal 1 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa : Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. SKL tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Standar kompetensi lulusan (SKL) sekolah/ madrasah diadopsi dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Adapun standar kompetensi lulusan mata pelajaran (SKL-MP) serta standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar) mata pelajaran mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Nomor 22/2006 tentang Standar Isi.

C.     Pengembangan Struktur Kurikulum & Pengaturan Beban Belajar
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pengembangan struktur kurikulum sekolah/ madrasah merujuk pada Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. yang isinya tentang pelaksanaan Standar Isi, yang didalamnya juga ditetapkan struktur kurikulum pada masing-masing jenjang madrasah (MI, MTs, MA).
Pengembangan Struktur kurikulum sekurang-kurangnya menunjukkan tentang :
1)      Jurusan yang ada (untuk SMA/MA).
2)      Menunjukkan kelas dan semester.
3)      Memuat mata pelajaran yang dipersyaratkan oleh Standar Nasional.
4)      Alokasi waktu setiap semester.
5)      Memiliki waktu/ beban belajar lebih besar dari standar nasional.
6)      Menggambarkan perubahan yang dilakukan dalam alokasi waktu pada setiap semester dibandingkan dengan standar nasional.
7)      Memberikan keterangan tentang berbagai perubahan yang dilakukan.

1. SD/ MI
Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut.
a.       Kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Sedangkan kurikulum MI berdasarkan surat edaran Dirjen Pendidikan Islam tentang  Pelaksanaan Standar Isi, memuat 9 atau 12 mata pelajaran karena ditambah Bahasa Arab atau 12 (PAI meliputi Alqur’an-Hadis, Akidah-Akhlak, Fiqih, dan SKI), muatan lokal, dan pengembangan diri.
b.      Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
c.       Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh guru. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.
d.      Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI “IPA Terpadu“ dan “IPS Terpadu“.
e.       Pembelajaran pada kelas I s/d III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada kelas IV s/d VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.
f.        Jam pembelajran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum.
g.       Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 35 menit.
h.       Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
2. SMP/ MTs
Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut :
a.       Kurikulum SMP/MTs memuat 10 mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Sedangkan kurikulum MTs berdasarkan surat edaran Dirjen Pendidikan Islam Tentang Pelaksanaan Standar Isi, memuat 11 mata pelajaran (ditambah mata pelajaran Bahasa Arab)
b.      Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan darerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.
c.       Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru.
d.      Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI “IPA Terpadu“ dan “IPS Terpadu“.
e.       Jam pembelajran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan memungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per-minggu secara keseluruhan.
f.        Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 40 menit.
g.       Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
3. SMA/ MA
Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran. Pengorganisasian kelas-kelas pada SMA/ MA dibagi menjadi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan Program penjurusan yang terdiri atas empat program : 1. Program Ilmu Pengetahuan Alam, 2. Program Ilmu Pengetahuan Sosial, 3. Program Bahasa, 4. Program Keagamaan, khususn untuk MA
a.       SMA/ MA Kelas X
1)      Kurikulum SMA/ MA kelas X terdiri atas 16 mata pelajaran.
2)      Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk pengembangan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
3)      Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yangg harus diasuh guru.
4)      Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagai mana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran perminggu secara keseluruhan.
5)      Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
6)      Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.
b.      SMA/ MA Kelas XI dan XIII
1)      Kurikulum SMA/ MA kelas X terdiri atas 13 mata pelajaran.
2)      Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk pengembangan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
3)      Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yangg harus diasuh guru.
4)      Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagai mana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran perminggu secara keseluruhan.
5)      Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 45 menit.
6)      Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 34-38 minggu.


D.    Konsep dan Lingkup Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/ madrasah. Pengembangan diri diarahkan untuk pengembangan karakter peserta didik yang ditujukan untuk mengatasi persoalan dirinya, persoalan masyarakat di lingkungan sekitarnya, dan persoalan kebangsaan.
Kegiatan pengembangan diri sekurang-kurangnya memerhatikan antara lain :
1.      Pengembangan macam-macam kegiatan pengembangan diri mempertimbangkan minat dan bakat peserta didik.
2.      Pengembangan macam-macam kegiatan pengembangan diri mempertimbangkan sumber daya (SDM dan fasilitas atau sarana prasarana) yang dimiliki sekolah/ madrasah.
3.      Ada upaya yang jelas untuk penambahan dan peningkatan sumber daya guna memfasilitasi kegiatan pengembangan diri.
4.      Ada aturan yang jelas tentang macam-macam kegeitan  pengembangan diri yang harus dipilih oleh peserta didik.
5.      Ada kejelasan model pelaksanaan dan penilaiaannya.
6.      Pengembangan macam-macam kegiatan pengembangan diri mencerminkan pencapaian visi, misi dan tujuan sekolah/ madrasah
Ditinjau dari jenis kegiatannya, kegiatan pengembangan diri terprogram terdiri dari dua komponen, yaitu :
1.      Pelayanan Konseling yang meliputi :
·        Kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan bimbingan dan konseling yang dimaksudkan untuk membantu individu menilai kecakapan, minat, bakat, dan karakteristik kepribadian diri sendiri untuk mengembangkan diri secara realistik.
·        Kemampuan sosial, yaitu bidang pelayanan bimbingan dan konseling yang dimaksudkan untuk membantu individu menilai dan mencari alternatif hubungan sosial yang sehat dan effektif dengan teman sebaya atau dengan lingkungan sosial yang lebih luas.
·        Kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan bimbingan dan konseling yang dimaksudkan untuk membantu individu dalam kegiatan belajarnya dalam rangka mengikuti jenjang dan jalur pendidikan tertentu dan/ atau dalam menguasai suatu kecakapan dan keterampilan tertentu.
·        Wawasan dan perencanaan karir, yaitu bidang pelayanan bimbingan dan konselign yang dimaksudkan untuk membantu individu dalam mencari dan menetapkan pilihan karir serta pengembalian keputusan berkenaan dengan karir tertentu, baik karir yang sedang dijalani maupun karir di masa depan.
2.      Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakulikuler adalah kegiatan pendidikan diluar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/ madrasah. Kegiatan ekstrakulikuler ini dapat dikelomppokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
·        Krida, meliputi kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA).
·        Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR).
·        Latihan/ Lomba keberbakatan/ Prestasi, meliputi pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, cinta alam, jurnalistik, teater, dll.
·        Seminar, Lokakarya, dan Pameran/ Bazar, dengan substansi antara lain karir, pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan, seni budaya.

E.     Pengembangan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill)
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi lebih berorientasi pada upaya penyiapan para peserta didik yang cerdas kerja, siap pakai atau menjadi kuli di muka bumi, yakni siap untuk dipakai diperusahaan-perusahaan atau lembaga-lembaga lainnya. Untuk siap dipakai diperlukan special skill atau keterampilan/ keahlian khusus sesuai dengan konsentrasi studinya yang programnya dikembangkan dengan melibatkan para user, kelompok atau organisasi profesi atau stakeholders lainnya.
Karena itu, pengembangan KTSP tidak hanya dikembangkan dengan berbasis kompetensi tetapi juga dikembangkan dengan berbasis life skill. Kurikulum berbasis kompetensi dikembangkan bertolak dari analisis kebutuhan pekerjaan atau kemampuan untuk menjalankan tugas-tugas pekerjaan tertentu. Sedangkan kurikulum berbasis life skill dikembangkan bertolak dari kebutuhan, kemampuan, minat dan bakat dari peserta didik itu sendiri.
Pengembangan kurikulum berbasis life skill bertolak dari satu pandangan dasar bahwa pendidikan ditujukan untuk hidup, bukan sekedar untuk mencari kerja.
Life skill itu dapat dikelompokkan menjadi dua macam (Dinas Peendidikan Jawa Barat), yaitu :
Pertama, General Life Skill, yang mencakup :
1.      Personal skill atau self awareness, yang mencakup, a. Penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan, anggota masyarakat dan warga Negara., b. Menyadari kelebiha dan kekurangan serta mensyukuri segala nikmat yang diberikan kepadanya, sekaligus menjadikannya sebagai modal dalam meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan.
2.      Thingking skill, yang mencakup ; a. Information searching atau kecakapan menggali dan menemukan informasi, b. Information processing anf decision making skill atau kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan, c. Creative problem solving skill atau kecakapan memecahkan masalah secara kreatif.
3.      Social Skill, yang mencakup : a. Kecakapan komunikasi dengan empati, b> Kecakapan bekerjasama.
Kedua Specific Life skill, yang mecakup :
1.      Academic skill, atau kemampuan berfikir ilmiah yang mencakup antara lain : a. Identifikasi variable, b. Merumuskan hipotesis; dan c. Melaksanakan penelitian.
2.      Vocational skill atau keterampilan kejujuran, yakni ketermapilan yang dikaitkan dengan pekerjaan tertentu yang terdapat di lingkungan atau masyarakatnya.

F.      Pengembangan Muatan Lokal
Muatan lokal dimaksudkan untuk mengembangkan potensi daerah sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah/ madrasah, serta mengembangkan potensi sekolah/ madrasah sehingga memiliki keunggulan yang kompetitif. Muatan lokal bisa berbentuk  keterampilan bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing, keterampilan dalam bidang Teknologi Informasi, atau bentuk keterampilan tepat guna yang lain. Muatan lokal disajikan dalam bentuk mata pelajaran yang harus dipelajari oleh setiap peserta didik, sehingga harus memiliki kompetensi mata pelajaran, standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Pemilihan muatan lokal dapat dilakukan dengan,
1.      Menganalisa kelayakan dan relevansi penerapan mulok di madrasah/ sekolah.
2.      Jika layak, maka mulok tersebut kemudian dikembangkan ke dalam bentuk Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mulok.
3.      Jika tidak sesuai maka madrasah/ sekolah dapat mengembangkan lagi mulok baru lebih sesuai atau melasanakan mulok bersama dengan madrasah/ sekolah lain atau menyelenggarakan mulok yang ditawarkan oleh departemen agama/ pendidikan.
Untuk mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal dilakukan dengan ;
1.      Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah.
2.      Menentukan fungsi dan susunan tau komposisi mulok
3.      Mengidentifikasi bahan kajian mulok
4.      Menentukan mata pelajaran mulok
5.      Mengembangkan SK dan KD beserta silabusnya.
Dalam pengembangan muatan lokal perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.      Substansi yang akan dikembangkan, materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran lain, atau terlalu luas substansinya sehingga harus dikembangkan menjadi mata pelajaran tersendiri.
2.      Meupakan mata pelajaran wajib yang diselenggarakan melalui pembelajaran intra-kurikuler.
3.      Bentuk penilaian kuantitatif
4.      Sekolah/ madrasah harus menyusun SK, KD dan Silabus untuk mata pelajaran Mulok yang diselenggarakan oleh sekolah.
5.      Substansinya dapat berupa program keterampilan produk dan jasa.
6.      Setiap sekolah/ madrasah dapat melaksanakan mulok lebih dari satu jenis dalam setiap semester, mengacu pada karakteristik program studi yang diselenggarakan di sekolah/ madrasah.
7.      Peserta didik boleh mengikuti lebih daru satu jenis mulok pada setiap tahun pelajaran, sesuai dengan minat dan kemampuan sekolah/ madrasah.
8.      Pembelajaran dapat dilakukan oleh guro mata pelajaran atau tenaga ahli dari luar sekolah/ madrasah yang relevan dengan substansi mulok.

G.    Pengembangan Ketuntasan Belajar, Sistem Penilaian, Pindah Sekolah, dan Kelulusan.
Untuk pengendalian system mutu pendidikan yang diprogramkan maka diperlukan acuan standar system penilaian sesuai tuntutan standar penilaian pendidikan nasional dan kondisi masing-masing sekolah dalam mengukur keberhasilan program yang  dikembangkan. Oleh karena itu, sekolah/ madrasah perlu menetapkan rambu-rambu kriteria standar ketuntasan belajar, system penilaian, pindah sekolah dan kriteria kelulusan sesuai kondisi lembaganya masing-masing.
1.      Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar berisi tentang criteria dan mekanisme penetapan ketuntasan minimal permata pelajaran yang ditetapkan oleh sekolah/ madrasah dengan mempertimbangkan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
a.       Sekolah/ madrasah harus menetapkan ketuntasan belajar dengan mendasarkan pada peraturan yang berlaku dan kondisi nyata yang ada disekolah/ madrasah.
b.      Dengan mempertimbangkan kondisi diatas, dalam setiap awal tahun ajaran baru, guru (melalui forum guru serumpun) dapat menetaplan standar ketuntasan belajar minimal (SKBM) atau criteria ketuntasan minimal (KKM) dan harus diinformasikan kepada seluruh warga sekolah/ madrasah dan orang tua.
c.       Sekolah/madrasah dapat menetapkan batas/ standar ketuntasan belajar minimal di bawah nilai ketuntasan belajar minimum(100), dengan catatan sekolah/ madrasah harus merencanakan target dalam waktu tertentu untuk mencapai nilai ketuntasan belajar ideal.
d.      Penetapan nilai ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan minimum pada setiap indicator, KD dan SK. Masing-masing dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan belajar minimal dan penetapannya.
e.       Cara menetapkan KKM dapat ditempuh melalui langkah-langkah berikut :
·        Menetapkan criteria komponen yang dijadikan ukuran penetapan ketuntasan belajar minimal.
·        Menaksir criteria menjadi nilai. Dalam menentukan rentang nilai dan menentukan nilai dari setiap criteria guru kelompok mata pelajaran dapat menetapkan sendiri sesuai kondisi sekolah/ madrasah atau dapat membuat kesepakatan dalam forum MGMP untuk KKM yang menjadi standar minimal pencapaian hasil belajar per mata pelajran di daerah/ wilayahs sekolah/ madrasah tertentu.
2.      Sistem Penilaian
Sistem penilaian merupakan suatu prosedur dan criteria-kriteria penilaian yang diberlakukan di sekolah/ madrasah untuk menetapkan tingkat ketuntasan belajar dan kenaikan kelas peserta didik. System penilaian ini berfungsi untuk mengen dalikan proses dan hasil belajar peserta didik dalam mengimplementasikan kurikulum.
3.      Pindah Sekolah
  • Sekolah/ madrasah harus memfasilitasi adanya peserta didik yang pindah sekolah.
  • Untuk pelaksanaan pindah sekolah/ madrasah lintas Negara/ Provinsi/ Kabupaten/ Kota, dikoordinasikan dengan Dinas Pendidikan Propinsi/ Mapendis Kanwil Depag dan Kabupaten/ Kota setempat.
  • Sekolah/ madrasah dapat menentukan persyaratan pindah/ mutasi peserta didik sesuai dengan prinsip manajemen berbasis madrasah.
4.      Kriteria Kelulusan Ujian Nasional dan Ujian Sekolah/ Madrasah (Contoh di SMP/ MTs)
Seorang peserta didik dinyatakan lulus apabila memenuhi dua aspek, yaitu aspek akademik dan aspek non-akademik.
a.       Aspek akademik, meliputi :
·        Memiliki nilai rapor yang lengkap untuk kelas 1, 2, 3.
·        Telah memiliki nilai ujian untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan.
·        Tidak terdapat nilai ≤ 4,5 baik untuk ujian tulis maupun ujian praktek seluruh mata pelajaran yang diujikan dengan nilai rata-rata Ujian Nasional maupun Ujian Sekolah/ Madrasah tidak boleh ≤ 5,00
b.      Aspek non-akademis, meliputi :
  • Nilai-rata-rata kepribadian (kelakuan, kerajianan dan kerapian) pada semester II kelas III minimal baik.
  • Kehadiran di sekolah/ madrasah pada semester I dan II kelas III minimal 9-% dari jumlah hari effektif.

H.    Revisi dan Pengembangan Kurikulum
Untuk menjaga reliabilitas dan validitas kurikulum yang dipakai perlu adanya aturan tentang revisi atau perubahan serta pengembangan kurikulum secara terarah. Adapun aturan-aturan perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Revisi Kurikulum  Tingkat Satuan Pendidikan.
2.      Pengembangan Kurikulum Satuan Pendidikan.
3.      Kendali Mutu Pelaksanaan Kurikulum.
4.      Kerja Sama/ Kemitraan (Implikasi KTSP)

I.       Pengembangan Kalender Pendidikan
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1.      Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektih dan hari libur.
2.      Permulaan tahun pelajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun pelajaran.
3.      Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun pelajaran.
4.      Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam setiap minggu, meliputi jumlah jam untuk setiap mata pelajaran termasuk muatan local, ditambah dengan jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri.
5.      Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antarsemester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum, termasuk hari-hari besar nasional dan hari libur khusus.

J.      Pengembangan Silabus
Berdasarkan ketentuan Permen Nomor 19 Tahun 2005, daerah atau sekolah/ madrasah memiliki ruang gerak yang luas untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondisi siswa. Silabus dan RPP merupakan kurikulum yang secara acak langsung akan digunakan untuk memberikan perlakuan terhadap kelompok belajar peserta didik terterntu dan dalam kondisi tertentu. Karena itu Silabus dan RPP bersifat fleksibel, disesuaikan dengan peserta didik, dibutuhkan rekaman hasil pelaksanaan, serta dibutuhkan follow up atau tindak lanjut untuk dilakukan perbaikan/ penyesuaian atau peningkatan secara terus-menerus.
Silabus dan RPP merupakan wujud rencana professional ynag disusun dan dikembangkan para guru. Mengembangkaqn dan menyusun silabus merupakan tugas dan tanggung jawab professional setiap guru mata pelajaran. Silabus dan RPP yang baik akan dapat diimplementasikan secara tepat dan dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran secara terus menerus. Karena itu setiap guru dituntut memiliki kemampuan untuk mengembangkan silabus setiap mata pelajaran yang diampunya sesuai kondisi sekolah/ madrasah.

  
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Ada 8 model pengembangan kurikulum yaitu: the administrative model, the grass roots model, beauchamp’s sistem, the demonstration model, taba’s inverted model, roger’s interpersonal relations model, the systematic action research model, emerging technical models.
2.      Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP ) merupakan model pengembangan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan yang bersifat desentralisasi.
3.      Tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian otonomi kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum.
4.      Pengembangan KTSP dilandasi oleh Undang-undang dan Peraturan Pemerintah.
5.      Langkah-langkah Pengembangan Model KTSP di Sekolah
1. Pengembangan Dasar Pemikiran, Landasan, dan Profil  Sekolah/ Madrasah
2. Pengembangan Standar Kompetensi
3. Pengembangan Struktur Kurikulum dan Pengaturan Beban Belajar
4. Konsep dan Lingkup Kegiatan Pengembangan Diri
5. Pengembangan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life skill)
6. Pengembangan Muatan Lokal
7. Pengembangan Ketuntasan Belajar, Sistem Penilaian, Pindah Sekolah, dan Kelulusan
8. Revisi dan Pengembangan Kurikulum
9. Pengembangan Kalender Pendidikan
10. Pengembangan Silabus



DAFTAR PUSTAKA

Http/www.Depdiknas.Com.
Http/www.Pikiran-Rakyat. Com.
Http/www.Puskur.Or.Id.
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja
        Rosda Karya.

























Tidak ada komentar:

Posting Komentar